Catatan Dr. Uli Kozok

Pemerhati Bahasa dan Budaya

Menaklukkan Toba

with 2 comments

Menaklukkan Toba

BRMG 1882 (7) 202–205

Setelah mengadakan perjalanan ke Danau Toba para penginjil berniat untuk menetap dan membuka pos zending di sana. Kemungkinan itu dulu sudah pernah disinggung oleh penginjil Nommensen dalam laporan tahun 1876.

Perang dan penaklukan Toba sangat mendukung dan mempercepat upaya pembukaan pos penginjilan. Walaupun tidak secara langsung, para penginjil kita di Silindung memainkan peranan cukup besar dalam ekspedisi militer Belanda terhadap Toba. Upaya mereka untuk menyebarkan injil di Silindung mendapatkan perlawanan dari Singamangaraja yang dulu maupun dari Singamangaraja yang sekarang.[80] Karena sudah kehilangan sebagian besar kekuasaan dua-duanya berusaha untuk memperoleh kembali pengaruhnya yang hilang dengan mengusir para penginjil. Singamangaraja terutama memusuhi agama Kristen, akan tetapi karena ia bersekutu dengan orang Aceh di utara maupun dengan orang Batak Islam di timur maka kegiatan mereka juga memusuhi pemerintah Belanda. Dengan demikian sangat bijaksana keputusan pemerintah untuk langsung bertindak memperluas dan memperkokoh kekuasaan mengingat tindak-tanduk orang Aceh dan jaringan mereka yang makin hari menjadi makin ketat dan luas.

Untuk menilai benar salahnya penaklukan Toba yang dilakukan dengan begitu cepat dan dengan sangat sedikit biaya maupun jumlah korban, maka perlu diperhatikan butir-butir berikut: [1.] Secara formal Silindung sudah lama termasuk wilayah kolonial Belanda walaupun mereka memang jarang sekali melaksanakan pemerintahannya. Karena status hukum Silindung sebagai wilayah kekuasaan Belanda maka penginjil kita mendapatkan izin untuk menetap, dan berhak untuk meminta perlindungan pemerintah. [Hal.203]

[2.] Mengingat hubungan Silindung dan Toba yang begitu erat maka upaya pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan di Silindung hanya dapat dilakukan dengan sekalian menaklukkan Toba. Hal itu penting karena Toba, yang padat penduduk, terletak di antara wilayah perkebunan yang subur di pantai timur dan Tapanuli dengan pelabuhannya yang penting di pantai barat.[81]

[3.] Penaklukan Toba menjadi begitu penting dan tidak dapat diundurkan lagi karena adanya unsur Aceh. Selain itu kita tidak boleh melupakan bahwa Belanda sudah lama merencanakan dan mengupayakan penaklukan seluruh bagian utara pulau Sumatra. Aceh menjadi musuh yang bertahun-tahun sangat merepotkan mereka, dan malahan sampai sekarang masih sering merepotkan pemerintah. Aceh di dahulu kala pernah menguasai hampir seluruh kawasan pesisir Sumatra. Orang Batak juga pernah berada di bawah kekuasaan Aceh dan bagian utara daerah Batak hingga kini masih berada di bawah pengaruh Aceh. Pada masa kekacauan menjelang ekspedisi terhadap Toba, orang-orang tua menceritakan bahwa mereka dengar dari orang tuanya bahwa dahulu mereka membayar upeti pada orang Aceh. Dalam doa[82] sampai sekarang pun mereka masih menyembah Partuan Soripada di Atse. Oleh sebab itu maka Belanda harus secara tegas mematahkan tiap upaya Aceh untuk memperluas pengaruh atau malahan mempersatukan suku-suku yang ada di pedalaman pulau Sumatra untuk melawan Belanda.

Penaklukan Toba amat penting untuk pemerintah Belanda, tetapi lebih penting lagi untuk zending kita. Sekiranya Singamangaraja beserta dengan sekutunya, baik Islam, Aceh, maupun yang lain, berhasil mengusir para penginjil dan menghapus agama Kristen di Silindung maka akibatnya bukan revitalisasi kekafiran melainkan masuknya agama Islam, dan kemungkinan agama Kristen berkembang di sana menjadi hampir sirna.

Pada masa kekacauan menjelang perang Toba banyak orang kafir di Silindung dan di kawasan arah utara dari Silindung mempertimbangkan untuk masuk Islam. [Hal. 204] Waktu itulah para penginjil menyadari betapa sedikit mereka peduli pada kekafirannya dan betapa mudah mereka mempertimbangkan langkah yang sedemikian menyesatkan.

Puji Allah hal itu tidak terjadi. Kemenangan Belanda dalam ekspedisi yang amat cepat dan perluasan kekuasaan mereka hingga ke Danau Toba membawa berkat kepada zending kita, dan sangat penting dalam tiga hal: 1. Pemerintahan di Silindung dilaksanakan secara semestinya sehingga para penginjil dapat beroperasi tanpa ancaman. Pemerintahan Belanda yang ditetapkan di bawah kondisi yang begitu unik, mestinya – di mata penduduk – kelihatan seperti pemerintah yang Kristen atau paling tidak ramah terhadap agama Kristen. Hal itu[83] merupakan faktor yang begitu menentukan di Silindung yang juga akan berpengaruh di Toba. 2. Hal yang paling penting adalah bahwa Toba keluar dari isolasinya, terbuka pada pengaruh Eropa dan tunduk pada kekuasaan Eropa sehingga dengan sangat mudah zending kita bisa masuk. Memang ada kemungkinan bahwa orang Toba membenci orang Eropa setelah Belanda mengalahkan dan membakar kampung mereka. Namun hal itu tidak terjadi. „Berkat tangan Tuhan,“ demikianlah tulisnya penginjil Nommensen waktu itu, „dan hal ini menjadi tanda bahwa Tuhan menghendaki rakyat hidup dalam kedamaian, berkat tangan Tuhan ekspedisi militer dikepalai oleh seorang yang sudah bertahun-tahun mengenal orang Batak, orang yang mengetahui kepentingan rakyat, dan yang didampingi perwira yang merasa belas kasihan dengan musuh, yang disegani musuh karena keberaniannya menyerang, yang dengan lapang hati tidak mengejar mereka yang lari. Dengan demikian orang Batak dapat kesan betapa besar keagungan dan kemuliaan orang Eropa sehingga mereka tidak dapat membenci kita, apalagi karena Tuhan menunjukkannya bahwa mereka sendiri bersalah.

Kalau kejadian berlanjut sebagaimana sekarang maka di dalam beberapa tahun terbukalah lahan yang luas bagi zending kita. [Hal.205] Kalau situasi menjadi tenang kembali maka kita bisa masuk, apalagi karena kita dilihat sebagai pelindung terhadap pemerintah. Mereka melihat bahwa siapa saja yang menuruti nasihat kami tidak akan menderita, dan tidak perlu khawatir. Mereka yang menderita salah sendiri karena mereka tidak menerima nasihat kita. Usahakanlah agar sebanyak-banyaknya penginjil bisa datang ke Toba karena sekarang masa penginjilan mulai di Toba.”

Dengan demikian juga terucap butir ketiga:

3. Akibat perang Toba maka orang makin percaya pada penginjil dan sudah ada yang minta agar kita datang.

—————

[80] Singamangaraja XI dan XII.

[81] Pada waktu itu daerah Tapanuli masih terbatas pada wilayah yang kira-kira sama dengan kabupaten Tapanuli Tengah yang sekarang. Pelabuhan yang penting itu Sibolga.

[82] Tonggo-tonggo.

[83] Kaitan pemerintah Belanda dengan agama Kristen.

Written by Uli Kozok

4 Juli 2009 pada 12:36

2 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. Yth. DR. Uli Kozok

    Saya mendapatkan data dan gambar photo tahun 1890 “Radja Israel” dari google di KITLV Belanda seperti di bawah ini. Dan menurut keterangan dan silsilah Keluarga Sinaga di Prapat dan Tuan Labuhan Asmin Damanik Jambur Na Bolag Sipolha (Puang Bolon / Opung boru Saya Jinim Sophia Boru Sinaga adalah putri satu-satunya dan 8 laki-laki anak beliau. Beliau Kristen pertama di Prapat dan bergelar Sintua Radja Israel Sinaga adik Kandung Raja Ompu Bangbang / Raja Galumbang Laut Tawar Sinaga Prapat dan anak ketujuh / Bungsu dari Raja Ompu Togadolok Sinaga Sidabariba Parapat.

    Kami mohon DR. Uli Kozok meneliti beliau Sintua Radja Israel Sinaga, karena beliau termasuk pemimpin / pelindung / raja Kristen pertama di Prapat di tepian Danau Toba.

    Catatan Tulisan :
    …….Lalu datanglah penginjil Nommensen, Püse, Simoneit, dan Israel. Sebagian besar Silindung berjanji untuk membela para penginjil dan melawan jika diserang. Para raja Bahal Batu pun menyatakan akan membela kami, dan Portaon Angin[52] malahan mengatakan musuh terlebih dahulu harus membunuh kalau mau mengancam kami. Simoneit dan Israel tinggal di sini untuk membantu kami kalau-kalau pos diserang musuh………

    ……..Dalam perjalanan kami bertemu dengan Israel yang juga ikut dengan kami. Setiba di Bahal Batu kami mendapatkan penduduk kampung duduk di luar kampungnya dengan membawa lembing dan bedil. Setiba di pos zending datanglah Partaon Angin yang sudah tua itu dan kami memberitahu bahwa kami datang untuk menjemput Saudari Metzler sementara Penginjil Simoneit dan Israel tetap di situ dengan penginjil Püse…….

    Terima Kasih.
    Hormat Kami. GBU. Amien.

    Parlindungan Damnaik

    10 Juli 2010 at 21:10

    • terlepas dari keinginan akan suatu kebenaran dan pencapaiannya dalam fikiran dan tindakan nomensen tidaklah sepenuhnya benardan jelas tdk akan merubah kebenaran dan kesucian agama,tetapi sejarah tetaplah sejarah,yang harus ditelusuri kebenarannya karena dan oleh manusia. terimakasih

      tiurida

      25 November 2012 at 01:36


Tinggalkan Balasan ke tiurida Batalkan balasan